Sunday, November 9, 2014

Anak-Anak, Bu Guyu Cuti Dulu

“Katanya bu guru nanti nggak masuk 3 bulan ya?”
tanya seorang siswa di hari saya memberikan surat cuti ke kepsek. Saya pun mengangguk dan masuk kelas sebentar untuk menjelaskan pada murid-murid saya.
Rasanya sedikit kurang enak meninggalkan mereka, padahal sudah ada beberapa kebiasaan yang saya programkan di kelas. Namun di sisi lain saya juga harus segera mengambil cuti agar bisa cukup istirahat mempersiapkan kelahiran my baby. Mungkin jika sekolah ini tidak berada di atas bukit dan berlokasi di pinggir jalan, saya akan tetap masuk sekolah sampai menjelang Hari Perkiraan Kelahiran.
Sekarang saya merindukan tatapan polos mereka. Suara cempreng mereka saat harus membaca perkalian di pagi hari. Semoga pembelajaran di kelas berjalan lancar. Insya Allah kami bertemu lagi di bulan Januari 2015. Di semester baru. Mungkin suasananya akan mirip dengan awal pertemuan dan pembelajaran pertama kami dulu.  Dan saat itu, banyak hal yang akan kami pelajari bersama…
“Anak-anak, bu guyu cuti dulu.. sampai ketemu… semoga ilmu kalian bermanfaat sehingga kelak kalian menjadi generasi yang menebar manfaat 
Tetap semangat!

Catatan Seorang Guru Pemula

sumber gambar dari sini
 Sebagai guru pemula yang hanya pernah mendapat pengalaman mengajar saat PPL saya sadar harus banyak belajar. Apalagi penempatan pertama saya di daerah terpencil, tentu teori mengajar di bangku kuliah sangat berbeda dengan yang akan saya hadapi di lapangan. Di tambah lagi saya disambut dengan penerapan kurikulum baru.
Saya harus belajar banyak mengenai Perangkat Administrasi Guru Kelas, kemudian managemen kelas, belum lagi saya tentu saja harus tanggap dan berpikir cepat untuk menghadapi masalah sehari-hari di kelas. Tak menutup kemungkinan bahwa akan ada teori-teori belajar baru yang saya temui, yang tentunya tak saya dapatkan di bangku kuliah.
Sebagai contoh, ketika simulasi untuk micro teaching saat kuliah terasa sangat mudah. Tentu saja karena yang berperan sebagai murid adalah teman kampus yang sama sekali jauh dari kata unyu, hehehe.
Namun di lapangan pembelajaran bisa saja menemui kendala. Karena walaupun sudah berada di kelas tinggii ada siswa yang belum bisa membaca, belum mengenal nilai tempat untuk bilangan, belum paham penjumlahan ataupun perkalian.
Jika mengikuti arus tentu guru akan memaksakan mengejar materi untuk memenuhi tuntutan kurikulum. Namun bagaimana dengan siswa yang belum bisa? Apakah akan berakhir dengan ketidakpedulian kita? Disinilah saya paham bahwa tanggung jawab guru bukan hanya sebatas memenuhi tuntutan kurikulum tapi memenuhi hak siswa untuk belajar. Kuncinya? Kepedulian.
Saya pernah merasakan bagaimana rasa bosan dan jenuh hampir membuat saya tak peduli. Tapi melihat mata yang mengharap dari mereka membuat saya merapikan kembali niat. Teman saya yang mengajar di Gili Air sering memposting foto dan kegiatan mengajarnya di Facebook. Ia juga sering bercerita tentang seorang bule yang sedang holiday dan numpang ngajar di sekolahnya. Kebetulan si bule juga seorang guru di Amerika. Dari si guru Bule dia banyak mendapat suntikan semangat juga inspirasi. Saya masih ingat komentarnya saat bercerita.
“Sebenarnya cara dia ngajar sederhana win, hanya mungkin luput dari pikiran kita. Intinya dia care”.
Ya.. kepedulian, saya sering berdoa semoga seiring waktu saya tetap memiliki kepedulian dan kecintaan pada pekerjaan saya sehingga saya tak lantas menjadi guru ala kadarnya. Banyak yang harus saya perbaiki, banyak yang harus dibenahi dan juga dipelajari… Saya ingin mengatakan pada siswa saya,
“Anak-anak.. bu Guyu juga punya banyak PR”
                                                                                                                                                                                                                         

Sekilas tentang Kurikulum 2013

Sebenarnya saya bukan termasuk yang kontra dengan K13. Hanya saja saya memang pernah mengeluh mengenai pendistribusian buku yang terlambat. Jika melihat buku siswa dan buku guru pada Kurikulum 2013, saya memang merasakan pembelajaran menjadi lebih mudah. Guru tinggal memantapkan penguasaan materi sebelum memulai pembelajaran.
Saya sempat beberapa kali mengikuti pelatihan sederhana untuk K13. Saya sebut sederhana karena memang pelatihan yang saya ikuti tidak maksimal. Materi yang banyak hanya dikebut  1 hari. Hasilnya tentu saja materi tidak tersampaikan secara sempurna. Yang paling jelas hasilnya bagi saya adalah tentang pembuatan RPP, itupun saya juga belajar dari format RPP guru lain yang sudah jadi. Sedangkan mengenai format dan cara penilaian masih terasa samar dan abu-abu.
Mendengarkan, ciyuss banget!
Penyampaian materi pun kami rasa semakin membuat bingung. Pemateri terkesan berbicara sendiri. Mungkin karena harus mengebut menyampaikan materi. Pada akhirnya beberapa soft file materi menjadi bahan belajar otodidak saya. Sekalipun saya belum tahu apakah format nilai yang saya buat sudah benar, saya meneruskan memakainya karena  saya rasa sudah sesuai dengan Petunjuk Teknis yang filenya saya copy dari pemateri.
 Berbicara masalah keluhan, tak sedikit guru yang mengeluh mengenai rumitnya K13. Tapi menurut saya yang rumit adalah masalah pendistribusian buku yang sangat terlambat, kemudian ketidakjelasan mengenai format penilaian yang harusnya kami dapat dari pelatihan. Namun sejauh ini saya menikmati pembelajaran di kelas dengan menggunakan K13.  Menurut saya malah saya lebih terbantu karena ada buku pegangan guru dan buku siswa yang memang sudah di setting sedemikian rupa. Masalah pengembangan dalam pembelajaran saya rasa sah-sah saja dilakukan guru selama di kelas, sesuai situasi dan kondisi yang ada.
 Ya.. enjoy saja, sebelum mungkin di masa datang Kurikulum ini akan kembali digulingkan. Energi untuk mengeluh lebih baik digunakan untuk mengobrak abrik Google. Bukankah sudah terbukti pemateri yang satu ini selalu siap 24 jam?

Saturday, November 8, 2014

Mendesain Bentuk Pengubinan

Akhirnya sebelum buku Kurikulum 2013 sampai di sekolah, soft filenya menjadi alternatif untuk memulai pembelajaran di kelas. Masalahnya adalah printer sekolah macet, maka jadilah selain harus di print di rental terlebih dahulu, buku siswa juga harus saya copy lagi sesuai jumlah siswa. Hal ini tak ayal membuat beberapa keluhan dari rekan guru terlontar juga di sela-sela kopi kantor. 

Pada dasarnya keluhan, juga kontra tentang K13 akan bisa lebih diminimalisir jika saja pendistribusian buku lancar dan datang tepat waktu. Tapi sutralah lupakan! mari kembali ke laptop. Pembalajaran hari itu adalah mengenai materi Pengubinan. 

Tet tet tet treeeeet....  Masalah pertama adalah siswa tidak memiliki peralatan tulis lengkap, seperti penggaris, pensil dan penghapus. Ini mungkin terlihat sepele tapi bisa juga bikin repot. Itulah sebabnya saya lebih senang menambah perangkat kelas dengan tambahan pensil, penggaris, penghapus juga penggaris lalu saya bagikan ketika pembelajaran dan meminta siswa mengumpulkannya lagi seusai pembelajaran. Jadi tidak ada alasan seperti "tidak ada pensil, keluar kelas meminjam penggaris, atau lembar LKS penuh coretan mengganggu karena tidak ada penghapus".

Masalah kedua adalah anak-anak ini tidak terbiasa 'membuat' sesuatu/karya dengan teliti. Awalnya terlihat asal-asalan, asal jadi dan bisa keluar main. yea.. kurang penghayatan. Maka jadilah saya harus menuntun mereka dan mengingatkan betapa pentingnya untuk teliti dan rapi dalam mengerjakan sesuatu. 

Mendesain pengubinan menjadi salah satu latihan bagus untuk mereka. Pertama mereka akan belajar untuk teliti, kemudian sabar. Saya pun mewanti-wanti bahwa mereka harus mengulang desain jika hasilnya terlihat asal-asalan dan tidak rapi. Sambil berkeliling meja saya mengingatkan mereka untuk tidak terburu-buru dan bersabar selama proses menggambar dan mewarnai desain pengubinan mereka. 

"Kalau sabar dan teliti nanti hasilnya bagus" kata saya berulang-ulang. 

Dan akhirnya mereka bisa merasa lega ketika berhasil menyelesaikan proyek kecil mereka. Siswa kelas IV ada 10 orang dan inilah mereka dengan desain pengubinan sederhana mereka.

Anak-anak SD Tebango Bolot dengan gambar ubin mereka 
Belajarlah sabar dalam berkarya, kualitas sabar turut menentukan kualitas karya kalian :D
Setelah menggambar, untuk pembelajaran selanjutnya, mereka harus bersiap-siap untuk membuat anyaman sebagai salah satu contoh pengubinan sederhana. Ruang sibuk masih terlalu dini untuk ditutup. Semangat anak-anak!

Meniti langkah
Tebango Bolot, 4 September 2014

Menanamkan Daya Cipta pada Siswa dengan Origami Ikan

Sebenarnya ini bukan matan materi pembelajaran untuk anak kelas IV. Ini hanya sebuah rangsangan awal yang saya berikan pada siswa saya sebelum saya memulai pembelajaran. Waktu itu  kami di sekolah menunggu datangnya buku Kurikulum 2013 yang kabarnya sudah jadi masalah nasional karena keterlambatan pendistribusian. 

Jadilah sebagai perkenalan awal kedatangan, saya mengajari mereka membuat origami ikan. Pada dasarnya mereka sudah mengenal konsep origami yakni seni melipat kertas, mereka bahkan lebih jago dari saya. Hanya saja untuk origami ikan mereka belum belajar jadi skor kami 1-1 hehe.

bentuk origami ikan
Saya pun menyediakan bahan berupa kertas HVS warna-warni yang kemudian dipotong menyerupai ukuran kertas lipat origami. Yea untuk menghemat biaya dan mendapat warna yang oke. Alat lainnya berupa gunting, silet, lem, benang, jarum juga beberapa sedotan warna warni.

Selanjutnya saya mengjari mereka step by step melipat kertas menjadi bentuk ikan. setelah menyelesaikan satu contoh dengan panduan dari saya, mereka pada akhirnya sibuk sendiri membuat beberapa ikan lagi untuk kemudian di rangkai dengan jarum dan benang menjadi hiasan jendela.

Anak-anak bukit sedang serius :D
Mereka terlihat bersemangat, saya rasa memang sangat penting untuk mendorong anak untuk membuat karya. Itu adalah bentuk aplikasi dari kemampuan mereka. Bukankah pada akhirnya kemampuan mereka mencipta karya menjadi lebih penting dari sebuah nilai di atas kertas. Saya ingin menanmkan semangat mencipta pada mereka sehingga who knows di masa depan mereka adalah generasi yang akan menciptakan karya-karya yang bermanfaat bagi dunia. 

Ulala... jadilah hiasan jendela kelas kami :D

Apa terlalu muluk? Saya rasa tidak... karena bukankah selalu ada ruang untuk harapan.
dan..
mimpi... 

Mengawali langkah, 
Tebango Bolot, 6 Agustus 2014

Tentang Blog Bu Guyu

Fiuh, Akhirnya selesai juga mengutak-atik blog sederhana ini. Sebenarnya saya sudah punya blog Pendongeng Kata, tapi saya memutuskan untuk membuat blog dengan topik yang lebih khusus. Dan voilaa.. jadilah blog Bu Guyu ini.

Rencananya blog ini akan saya isi dengan cerita seputar pengalaman mengajar di kelas. Ya.. alhamdulillah saya adalah seorang guru SD di SDN 5 Pemenang Timur. Tepatnya di kabupaten Lombok Utara Provinsi NTB. Mungkin akan lebih mudah untuk mengenalkan daerah ini dengan menyebut 3 Gili cantik yakni Terawangan, Meno dan Air 
Di Kecamatan Pemenang, ada 4 sekolah yang termasuk Sekolah Terpencil, tiga diantaranya berada di masing-masing Gili, dan yang terakhir adalah sekolah tempat saya mengajar yang berada di kawasan bukit Tebango Bolot.

Awal penempatan, saya cukup kewalahan karena jalan menuju sekolah rusak, berbatu dan lumayan membuat ngeri. Apalagi kondisi saya yang sedang hamil. Menambah khawatir akan keselamatan baby kami. Jadilah suami mengantar setiap pagi sampai setengah perjalanan, setengahnya lagi saya tempuh berjalan kaki bersama guru lainnya. Sebenarnya bisa saja menempuh tanjakan menuju sekolah dengan motor tapi karena banyak juga yang sudah jatuh saya jadi mengambil jalan aman saja dengan berjalan kaki, selain terasa lebih aman juga sekalian olahraga. Yea.. walaupun sampai di sekolah bermandikan keringat :)

Menjadi satu-satunya guru perempuan di sana, di awal-awal pembelajaran saya harus rela dipanggil Pak. Karena siswa belum terbiasa dengan hadirnya guru perempuan. Dan mereka selalu mengingatkan saya untuk hati-hati dengan dedek bayi ketika menuruni bukit sepulang sekolah. 


Anak ini pernah mengawal saya sepulang sekolah, kami berjalan menuruni bukit bersama. dengan lincah dia memandu saya sambil bercerita pelajarannya di kelas 2. Sambil menyuruh saya untuk hati-hati dia sendiri berjingkrak-jingkrak menuruni tanah berdebu. Yea.. mereka sudah terbiasa untuk balapan lari menaiki dan menuruni bukit. Jadi sepertinya tubuh kecil itu sudah amat hapal bagaimana menyeimbangkan diri. Sebelum berpisah saya berpesan padanya,

"Nanti kalau kamu sudah besar dan jadi Presiden, perbaiki jalan ke sekolah ya.. buat mulus"

Dan dia langsung mengangguk sambil menyeruput es nya kemudian tersenyum lebar pada saya. Saat itu rasa lelah saya seperti menguap. 

Saya berdoa dalam hati semoga saya tidak hanya menjadi guru yang mentransfer ilmu, namun juga bisa menjadi guru yang menanamkan nilai-nilai hidup. semoga saya terlindungi dari ketidakpedulian yang bisa membuat saya cuek akan kewajiban sebagai seorang pendidik.
aamiin...